Bagi penggemar fotografi tentu sudah familiar dengan diskusi soal mana yang lebih mewakili penglihatan manusia, apakah lensa 50mm atau malah 35mm. Ada yang bilang 50mm lebih mirip penglihatan manusia karena tidak ada potensi distorsi, dan ada juga yang berpendapat 35mm lebih mewakili lebar penglihatan manusia.
Pertanyaanya: Benarkah sistem lensa kamera juga bisa mereplika sistem penglihatan manusia?
Lensa sendiri sebenarnya memang dibuat dengan menyontek struktur mata manusia yaitu bagian terluar (kornea), ring aperture (iris dan pupil), lensa dan sensor (retina).
Setelah banyak diskusi soal ini, para fotografer akhirnya berpendapat bahwa penglihatan manusia itu tidak seperti kamera. Namun di sisi lain, membahas tentang kamera dan mata manusia memang sangat menarik ya, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dunia perkameraan kedepannya, :)
Yuk!
Mata Sebagai Sistem Kamera
Secara awam, cukup logis membandingkan mata dengan kamera karena struktur mata sendiri dapat diukur dari depan hingga belakang — jarak antara kornea ke retina rata-rata 25mm — dan mereplikanya ke kamera. Lensa kamera punya perbandingan ukuran yang sama dengan mata manusia.
Focal length mata umumnya 17mm (ini dihitung dari nilai diopter Optometric). Angka umum lainnya adalah 22mm ke 24mm (dihitung dari pembiasan fisik di mata) namun dalam situasi tertentu, panjang focal length pada mata sebenarnya bisa lebih panjang.
Karena kita tahu perkiraan panjang fokus dan diameter pupil, menghitung aperture (f-stop) dari mata jadi relatif mudah. Misalnya, dengan focal lenght 17mm dan pupil yang berukuran 8mm, maka bola mata seharusnya berfungsi layaknya lensa dengan f/2.1. Dan jika kita menggunakan focal length 24mm dengan ukuran pupil 8mm, maka aperturenya jadi f/3.5. Terlepas dari hitung-hitungan tadi, sebenarnya sudah ada penelitian yang dilakukan dalam astronomi untuk mengukur f-stop dari mata manusia dan angka sebenarnya adalah f/3.2 ke f/3.5 (Middleton, 1958).
Nah, sekarang malah muncul pertanyaan “Jika panjang fokus mata adalah 17 atau 24mm, kenapa lensa 35mm atau 50mm masih diperdebatkan sebagai representasi mata manusia?”
Alasannya adalah bahwa panjang focal length mata yang diukur tidak menentukan sudut pandang penglihatan manusia. Hanya sebagian retina lah yang memproses apa yang kita lihat. (Area penglihatan utama manusia disebut “cone of visual attention”, sisanya disebut “peripheral vision”).
Studi telah mengukur bahwa cone of visual attention manusia lebarnya sekitar 55 derajat.
Pada kamera full frame 35mm, lensa 43mm memberikan sudut pandang 55 derajat, jadi harusnya lensa 43mm lah yang bisa memberikan sudut pandang yang sama persis seperti yang dimiliki manusia. Jadi lensa yang mewakili sistem mata manusia, saat dipasang di kamera full frame, bukanlah 35mm juga bukan 50mm, melainkan tengah-tengahnya.
Mata Bukan Sistem Kamera
Sebenarnya mata dan kamera tidak bisa disamakan begitu saja. Meskipun sebelumnya kita membahas analogi dari keduanya, banyak faktor-faktor lain dari mata yang nggak bisa kita samakan dengan lensa maupun kamera.
Mari kita bahas soal retina. “Sensor” pada mata yaitu retina (diameter 32mm) ukurannya nyaris sama dengan sensor kamera full frame (diameter 35mm) namun sebenarnya aspek lainnya tidak ada yang sama lho.
Perbedaan pertama antara retina dan sensor kamera adalah retina melengkung di sepanjang permukaan belakang bola mata, tidak datar seperti sensor silikon di kamera.
Kelengkungan ini memiliki keuntungan yang jelas: yaitu bagian tepi retina jadi memiliki jarak yang sama dari pusat lensa. Pada sensor, karena datar, maka ujung-ujungnya jadi lebih jauh dari lensa sementara bagian tengah sensor lebih dekat, mungkin ini alasan bagian ujung foto sering tidak fokus atau vignette.
Jadi, keuntungan sensor melengkung seperti retina adalah ‘ketajaman sudut’ yang lebih baik.
Selain itu, mata manusia memiliki jumlah piksel lebih banyak dibanding kamera, sekitar 130 juta piksel. Tapi hanya 6 juta piksel saja yang bisa melihat warna, sisanya 124 juta piksel hanya melihat hitam dan putih.
Tetapi jika kita melihat lebih jauh perbedaan antara dua alat visual ini menjadi lebih jelas …
Pada sensor kamera, setiap piksel ditetapkan dalam pola grid biasa. Setiap milimeter persegi sensor memiliki jumlah dan pola piksel yang persis sama. Pada retina ada area sentral kecil, sekitar 6mm (makula) berisi reseptor yang terkonsentrasi dengan rapat, hampir bisa dibilang “padat”. Bagian tengah makula (fovea) terisi penuh dengan sel kerucut (penginderaan warna). Sisa dari makula di sekitar area ‘pencerna warna’ ini berisikan campuran sel batang dan sel kerucut.
Di setiap 1mm perseginya, Makula berisi sekitar 150 ribu ‘piksel’ —bandingkan dengan 24 juta piksel yang tersebar di seluruh area sensor 35mm x 24mm pada 5DMkII atau D3x— yang nantinya menyediakan ‘penglihatan sentral’ (55 derajat cone of visual attention yang disebutkan di atas). Anyway, bagian tengah dari bidang visual kita memiliki kemampuan yang jauh lebih baik daripada kamera terbaik.
Kemudian, sisa bagian retina lainnya memiliki piksel yang lebih sedikit dan kebanyakan untuk melihat hitam dan putih saja. Bagian inilah yang sebelumnya kita sebut ‘peripheral vision’, area samping-samping dari penglihatan kita. Berfungsi untuk menangkap obyek yang bergerak, tapi tidak menyediakan resolusi yang cukup untuk membaca.
Total area mata yang bisa melihat gerakan adalah 160 derajat, tapi di luar area cone of visual attention, kita tidak benar-benar bisa mendapatkan detil dari objek yang kita lihat, hanya bentuk dan gerakan saja.
Mari kita lompat sedikit dan membahas bagaimana otak kita sebagai prosesor menerjemahkan sensor penglihatan ita ini.
Tentu saja otak memproses sinyal jauh berbeda dengan kamera. Tidak seperti shutter click intermiten dari kamera yang menangkap satu foto saja, mata mengirim ‘video’ secara konstan yang kemudian diproses menjadi apa yang kita lihat.
Bagian bawah sadar otak (lateral geniculate nucleus) membandingkan sinyal dari kedua mata, merakit bagian yang paling penting menjadi gambar 3D, dan mengirimkannya ke bagian sadar otak untuk pengenalan gambar untuk pengolahan selanjutnya.
Otak bawah sadar juga mengirimkan sinyal ke mata, menggerakkan bola mata sedikit sehingga visi tajam pada macula bergerak mengikuti objek yang menarik atau yang ingin kita lihat. Dalam hitungan detik, mata akan mengirimkan banyak gambar (dari satu momen), dan otak memprosesnya menjadi gambar yang lebih lengkap dan detil.
Otak bawah sadar juga menolak banyak bandwidth yang masuk, hanya mengirim sebagian kecil data ke otak sadar. Kita sebagai manusia hanya dapat mengendalikan hal ini sampai batas tertentu.
Misalnya, coba berhenti membaca sebentar, dan tanpa menggerakkan bola mata Anda, coba lihat apa yang ada di area pandang periferal Anda (area samping-samping). Mungkin sedetik yang lalu Anda tidak dapat “melihat” objek tersebut karena penglihatan periferal tidak diteruskan ke otak sadar.
Jika Anda berkonsentrasi, bahkan tanpa menggerakkan mata Anda sekalipun, Anda bisa tahu bahwa ada benda (bentuknya, gerakannya) di sana. Namun Jika Anda ingin melihatnya lebih jelas, Anda harus mengirimkan sinyal lain dari mata ke otak, yaitu mencoba menggeser cone of visual attention Anda ke objek itu. Perhatikan juga bahwa Anda tidak dapat membaca teks dan melihat objek periferal secara bersamaan, karena otak memang tidak dapat memproses banyak data.
Otak belum selesai bekerja ketika ‘gambar’ telah mencapai bagian sadar (disebut korteks visual). Area ini terhubung secara kuat dengan bagian memori otak, memungkinkan Anda untuk mengenali objek dalam gambar. Kita semua pasti perna mengalami dimana kita melihat suatu objek, namun untuk 1-2 detik kita tidak bisa mengenali objek tersebut. Itu terjadi karena otak butuh jeda untuk mengakses file memori untuk pengenalan gambar.
Realitanya, penglihatan manusia adalah video, bukan fotografi. Bahkan ketika menatap foto, otak mengambil banyak ‘jepretan’ saat otak memindahkan pusat fokus ke gambar, menumpuk dan merangkainya menjadi gambar akhir yang kita lihat.
Lihatlah foto selama beberapa menit dan Anda akan menyadari bahwa secara tidak sadar mata melihat keseluruhan gambar lalu fokus pada detail di sana-sini dan, setelah beberapa detik, kita menyadari bahwa hal-hal tersebut tidak terlihat saat pertama kita memandangnya.
Jadi kesimpulannya?
Pengamatan yang sudah ditulis di atas bisa dijadikan gambaran, meskipun nggak sepenuhnya menjawab pertanyaan “lensa mana yang memiliki bidang pandang yang paling mirip dengan penglihatan manusia?” sih.
Kesimpulan yang bisa kita tarik di sini adalah bahwa lensa & kamera tidak sama dengan mata, dan tidak perlu sama juga. Cara kerja mata dan otak kita dalam memproses visual benar-benar luar biasa, yang membuat kita berpikir: daripada repot-repot memproduksi kamera yang meniru persis bagaimana mata bekerja, mungkin lebih baik membuat kamera yang bisa memuaskan cara kerja mata kita.
Anyway, ini artikel yang menarik kan? Sesekali lah ya, hehe
Sumber: Petapixel, Roger Cicala